BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bayi yang masih menyusu umumnya mendapatkan
protein dan ASI yang diberikan ibunya, namun bayi yang tidak memperoleh ASI
protein dari sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah
dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak
berperan penting dalam terjadi kwarshorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI
Keseimbangan
nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diarekornik, malabsropsi
protein hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), indeksi
menahun, luka bakar, penyakit hati. Protein dan asam amino adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh
dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung
kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang
memadai.
Defisiensi gizi dapat terjadi pada
anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan
klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan
masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah
malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang
tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi
badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu
dengan pemeriksaan laboratorium
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa pengertian
dari Kwarsiokor
1.2.2
Apa penyebab dari kwasiokor
1.2.3
Apa
saja gejala dari kwasiokor
1.2.4
Bagaimana terapinya dari kwasiokor
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk
mengetahui pengertian kwasiokor
1.3.2
Untuk
mengetahui tentang penyebab dari
kwasiokor
1.3.3
Untuk
mengetahui gejala kwasiokor
1.3.4
Untuk
mengetahui terapi yang diberikan dari
kwasiokor
1.4
Manfaat
1.4.1
Manfaat
bagi institusi
Makalah ini dapat bermanfaat atau berguna sebagai pembaharuan buku-buku
diperpustakaan STIKes ”Bhakti Mulia” Pare-Kediri.
1.4.2
Manfaat
bagi penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan atau wawasan tentang kwasiokor
1.4.3
Manfaat
bagi pembaca
Untuk memberikan tambahan pengetahuan seputar masalah kwasiokor.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh
kekurangan protein ( Ratna Indrawati, 1994)
Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai
defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak
prasekolah (balita). (Ngastiyah, 1995)
Kwarshiorkor
adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat oleh intake
protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal atau tinggi.
2.2 ETIOLOGI
Tanda
yang khas adalah adanya edema (bengkak) pada saluran tubuh sehingga tampak
gemuk, wajah anak membulat dan sembab (moom fase) terutama pada bagian wajah,
bengkak terutama seperti lubang, otot mengecil dan menyebabkan tangan atas
kurang dari 14 cm.
timbulnya kuam berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan
terkelupas, tidak bernafsu makan atau kurang, rambutnya menipis. Berwarna merah seperti rambut jagung dan
mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit, sering disertai infeksi/anemia dan
diare, anak menjadi rewel dan apatis perut yang membesar juga sering ditemukan
akibat dari timbunan cairan pada rongo perut salah gejala kemungkinan menderita
“Busung lapar”
Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya
yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang
negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi protein, hilangnya
protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar,
penyakit hati
2.3 KLASIFIKASI
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan
klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap
umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3) Berat badan <60 :="" berat="" br="" edema="" marasmus="" standar="" tanpa=""> 4) Berat badan <60 :="" berat="" br="" dengan="" edema="" kwashiorkor="" marasmik="" standar=""> (Ngastiyah, 199760>60>)
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3) Berat badan <60 :="" berat="" br="" edema="" marasmus="" standar="" tanpa=""> 4) Berat badan <60 :="" berat="" br="" dengan="" edema="" kwashiorkor="" marasmik="" standar=""> (Ngastiyah, 199760>60>)
2.4 PATOFISIOLOGI
sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu
dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.Pada defisiensi protein
murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena
persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan
yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkan edema
dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi
kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang
tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam
serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian
berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan
beta liprotein,
2.5 WOC
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Tanda/gejala yang
dapat dilihat pada anak dengan malnutrisi protein berat khashiorkor/antara lain
:
Ø Gagal untuk menambah berat badan
Ø Perubahan linier terhenti
Ø Edema general (muka sembab, punggung kaki, perut
yang membuncit)
Ø Diare yang tidak membaik
Ø Perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo)
Ø Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan
mudah dicabut
Ø Penurunan masa otot
Ø Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas
dan apatis dapat terjadi
Ø Perubahan lain yang dapat terjadi adalah pertemakan hati,
gangguan fungsi ginjal, dan anemia
Ø Pada keadaan berat/akhir (final stages) dapat
mengakibatkan shock, coma dan berakhir dengan kematian.
2.7 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan
terutama jenis normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang
dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan
kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan
untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
2.8 PENATALAKSANAAN TERAPI
Penatalaksanaan kwarshiorkor bervariasi tergantung pada
beratnya kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepatnya, mungkin
dengan restorasi colume darah dan mengontrol tekanan darah, pada tahap awal,
kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak.
Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah
dapat memberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga dikarenakan
anak telah tidak mendapat makanan dalam jangka waktu yang lama, memberikan
makanan per oral /dapat menimbulkan masalah khususnya apabila pemberian makanan
dengan desnitas kalori yang tinggi makanan harus diberikan secara
bertahap/perlahan.
2.9 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KWASHIORKOR
Riwayat Keperawatan
Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada
tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan
kekurangan gizi.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan,
tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk),
psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu
dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat
kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi
dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan
lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang
meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan
wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Penurunan ukuran antropometri
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Penurunan ukuran antropometri
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan
Marasmik-Kwashiorkor adalah:
1.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
2.
Kekurangan volume cairan b/d
penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
3.
Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
4.
Risiko aspirasi b/d pemberian
makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
5. Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi
trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
Rencana Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak
adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.
Kriteria:
Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.
Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.
Kriteria:
Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.
Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
Menilai perkembangan masalah klien.
2. Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan
peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
Kriteria:
Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).
Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.
Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.
Hitung balans cairan.
Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.
Menilai perkembangan masalah klien.
Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
Kriteria:
Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).
Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.
Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.
Hitung balans cairan.
Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.
Menilai perkembangan masalah klien.
Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria:
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.
Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.
Menilai perkembangan masalah klien.
Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.
Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria:
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.
Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.
Menilai perkembangan masalah klien.
Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.
Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.
4. Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan
peningkatan sekresi trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien tidak mengalami aspirasi.
Kriteria:
Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi.
Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.
Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.
Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.
Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.
Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.
Observasi tanda-tanda aspirasi.
Merupakan tindakan preventif, meminimalkan risiko aspirasi.
Penting untuk menilai tingkat kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian makanan/minuman yang tepat.
Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.
Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut perawatan klien.
Menilai perkembangan masalah klien.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien tidak mengalami aspirasi.
Kriteria:
Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi.
Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.
Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.
Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.
Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.
Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.
Observasi tanda-tanda aspirasi.
Merupakan tindakan preventif, meminimalkan risiko aspirasi.
Penting untuk menilai tingkat kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian makanan/minuman yang tepat.
Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.
Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut perawatan klien.
Menilai perkembangan masalah klien.
5.
Bersihan jalan napas tak
efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi
saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria:
Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.
Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi.
Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.
Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan sekret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi trakheobronkhial.
Mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan m,ukus.
Menilai perkembangan maslah klien.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria:
Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.
Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi.
Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.
Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan sekret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi trakheobronkhial.
Mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan m,ukus.
Menilai perkembangan maslah klien.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh
kekurangan protein yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak
prasekolah (balita) dan salah satu bentuk
malnutrisi protein berat oleh intake protein yang inadekuat dengan intake
karbohidrat yang normal atau tinggi.
2. Selain oleh pengaruh negatif faktor
sosio-ekonomi-budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya,
keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik,
malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik),
infeksi menahun, luka bakar, penyakit hati. Tanda khasnya adalah bengkak
3. Edema general (muka sembab,
punggung kaki, perut yang membuncit) Diare yang
tidak membaik Perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo) Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut Penurunan
masa otot
4. Terapi
kwarshiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak. Keadaan shock
memerlukan tindakan secepatnya, mungkin dengan restorasi colume darah dan
mengontrol tekanan darah, pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat,
gula sederhana, dan lemak
3.2 Saran
Sebaiknya masyarakat lebih
memperhatikan tentang penyakit Pada Anak Kwashiorkor, karena apabila masyarakat mengabaikan dapat berakibat fatal. Serta
hendaknya para tenaga kesehatan khususnya perawat mengetahui lebih mendalam
tentang penyakit Anak Kwashiorkor.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis,
Ed. Ke-6, EGC, Jakarta.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
http://andaners.wordpress.com/askep-lengka