BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Retardasi
mental adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki kemampuan mental yang
tidak mencukupi(WHO)
Retardasi
Mental adalah kelainan fungsi intelektual yang subnormal terjadi pada masa
perkembangan dan berhubungan dengan satu atau lebih gangguan dari:
·
Maturasi
·
Proses belajar
·
Penyesuaian diri secara social
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa definisi
retardasi mental?
2.
Bagaimana etiologi retardasi mental?
3.
Bagaimana klasifikasi retardasi mental?
4.
Bagaimana gejala klinis retardasi mental?
5.
Apa saja komplikasi yang ditimbulkan oleh retardasi
mental?
6.
Apa
tindakan yang dilakukan untuk pencegahan retardasi mental?
1.3
Tujuan
1.
Untuk Mengetahui definisi
retardasi mental.
2.
Untuk Mengetahui etiologi retardasi mental.
3.
Untuk Mengetahui klasifikasi
retardasi mental.
4.
Untuk Mengetahui gejala
klinis retardasi mental.
5.
Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan oleh
retardasi mental.
6.
Untuk Mengetahui Bagaimana tindakan apa yang dilakukan untuk
pencegahan retardasi mental.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
DEFINISI
Terdapat
berbagai macam definisi mengenai retardasi mental. Menurut WHO (dikutip dari
Menkes 1990), retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi.Carter CH (dikutip dari Toback C.) mengatakan retardasi mental
adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang
menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradapsi terhadap
tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal. Menurut Crocker AC
1983.
Retardasi
mental adalah apabila jelas terdapat fungsi iritelegensi yang rendah, yang
disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada
masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan
retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.
Fungsi intelektual umum dibawah normal
2.
Terdapat
kendala dalam perilaku adaptif sosial
3.
Gejalanya
timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
2.2
ETIOLOGI
Kelainan ini
dapat digolongkan menjadi :
1. Penyebab
Organik
a) Faktor
prenatal :
· Penyakit
kromosom ( Trisomi 21 ( Sindrom Down)
· Sindrom
Fragile X
· Gangguan
Sindrom ( distrofi otot Duchene, neurofibromatosis ( tipe 1)
· Gangguan
metabolisme sejak lahir ( Fenilketonuria )
b) Faktor
Perinatal :
· Abrupsio plasenta
· Diabetes
maternal
· Kelahiran
premature
· Kondisi
neonatal termasuk meningitis dan perdarahan intracranial
c) Faktor Pasca natal :
· Cedera
kepala
· Infeksi
· Gangguan
degeneratif
2. Penyebab
non organik
a)
Kemiskinan dan keluarga tidak harmonis
b)
Sosial cultural
c)
Interaksi anak kurang
d) Penelantaran
anak
3. Penyebab
lain : Keturunan,pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain
Retardasi
mental dapat juga disebabkan oleh gangguan psikiatris berat dengan deviasi
psikososial atau lingkungan ( Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta )
2.3
Klasifikasi
Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan
sebagai berikut (dikutip dari Swaiman 1989):
· Nilai IQ Sangat superior 130
· Lebih Superior 120-129
· Diatas rata-rata 110-119
· Rata-rata 90-110
· Dibawah rata-rata 80-89
· Retardasi mental borderline 70-79
· Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69
· Retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51
· Retardasi mental berat 20-35
·
Retardasi mental sangat
berat dibawah 20
Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi
mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih,
sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan
dan bimbingan seumur hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly
Budhiman membagi:
1. Tipe klinik
Pada
retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis
maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan
anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada
kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita
retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka
melihat sendiri kelainan pada anaknya
2. Tipe sosio budaya
Biasanya
baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat mengikuti
pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi
enam jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti
anakanak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya ketainan
pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya atau dari
psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas. Pada urnumnya
anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi mental
ringan.
2.4
Gejala Klinis
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai
beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang
gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini
beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu
(Swaiman, 1989):
·
Kelainan pada mata
·
Kejang
·
Kelainan kulit
·
Kelainan rambut Kepala
·
Perawakan pendek
·
Distonia
Sedangkan
gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
1. Retardasi mental ringan
Kelompok
ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini
termasuk dalam tipe sosial budaya, dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa
kali tidak naik kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat
diajar baca tulis bahkan bisa sampai ketas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan
tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa
yang normal.
2. Retardasi mental sedang
Kelompok
ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, rnereka ini mampu
latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat
sampai klas 2 SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan
tertentu misalnya pertukangan, pertanian, dll. dan apabila bekerja nanti mereka
ini perlu pengawasan.
3. Retardasi mental berat.
Sekitar
7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah
ditegakkan ,secara diru, karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga
berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat
keterlambatan perkembangan rnotorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe
klinik. Mereka dapat dilatih higiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang
sederhana, tidak dapat dilatih ketrampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan
bimbingan sepanjang hidupnya.
4. Retardasi mental sangat berat.
Kelompok
ini sekitar 1 % dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat
karena gejala bask mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat
minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung pada orang disekitarnya.
2.5
Komplikasi
Komplikasi yang
ditimbulkan retardasi mental yaitu:
·
Serebral palcy
·
Gangguan kejang
·
Gangguan kejiwaan
·
Gangguan konsentrasi /hiperaktif
·
Defisit komunikasi
·
Konstipasi
2.6
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang
perlu dilakukan pada anak yang menderita retardasi mental, yaitu (Shonkoff JP,
1992):
·
Kromosomal kariotipe
·
EEG (Elektro Ensefalogram)
·
CT (Cranial Computed
Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
·
Titer virus untuk infeksi
kongenital
·
Serum asam urat (Uric acid
serum)
2.7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Medis :
·
Psikostimulan untuk anak
yang menunjukkan gangguan konsentrasi/ hiperaktif.
·
Obat Psikotropika (untuk
anak dengan perilaku yg membahayakan diri).
·
Antidepresan, dll
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi
dan sangat individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penanganan
multidisiplin merupakan jalan yang terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu
strategi pendekatan bagi setiap anak secara individual untuk mengembangkan
potensi anak tersebut seoptimmal mungkin. Untuk itu perlu melibatkan psikolog
untuk menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya, dokter
anak untuk memeriksa fisik anak, menganalisis penyebab, dan mengobati penyakit
atau kelainan yang mungkin ada. Juga kehadiran pekerja sosial kadang-kadang
diperlukan untuk menilai situasi keluarganya. Atas dasar itu maka dibuatlah
strategi terapi. Sering kali melibatkan lebih banyak ahli lagi, misalnya ahli
saraf bila anak juga menderita epilepsi, palsi serebral, dll. Psikiater, bila
anaknya menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orang tuanya membutuhkan
dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi medis, bila diperlukan untuk
merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya.
2.8
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan
untuk retardasi mental antara lain:
·
Imunisasi bagi anak dan ibu
sebelum kehamilan.
·
Konseling perkawinan
·
Pemeriksaan kehamilan rutin
·
Nutrisi yang baik
·
Persalinan oleh tenaga kesehatan
·
Memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga
·
Pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat
·
Program mengentaskan kemiskinan, dll
2.9
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan kekuatan yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi, perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan kekuatan yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi, perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.
2.
Permeriksaan fisik
· Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk
simetris).
· Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus
dan cepat berubah.
· Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll.
· Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, coping
melengkung ke atas, dll.
· Mulut : bentuk "V" yang terbalik dari bibir atas,
langit-langit lebar/melengkung tinggi.
· Gigi : odontogenesis yang tdk normal.
· Telinga : keduanya letak rendah.
· Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia.
· Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna.
· Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing,
ibujari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll.
· Dada & Abdomen: tdp beberapa putting, buncit, d1l Genitalia:
mikropenis, testis tidak turun, dll.
· Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang &
tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk.
3.
Pemeriksaan penunjang
· Pemeriksaan kromosom
· Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
· Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas
perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan
perubahan
4.
Diagnosa Keperawatan
•
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
b.d. kelainan fungsi kognitif
•
Gangguan komunikasi verbal b.d. kelainan
fungsi kognitif
•
Risiko cedera b.d. perilaku agresif
ketidakseimbangan mobilitas fisik
•
Gangguan interaksi social b.d. kesulitan
bicara/ kesulitan adaptasi sosial
•
Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak
retardasi mental
•
Deficit perawatan diri b.d. perubahan
mobilitas fisik /kurangnya kematangan perkembangan.
5.
Intervensi
1)
Kaji factor penyebab gangguan
perkembangan anak
2)
Indentifikasi dan gunakan sumber
pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal
3)
Berikan perawatan yang konsisten
4)
Tingkatkan komunikasi verbal dan
stimualsi taktil
5)
Berikan instruksi berulang dan sederhana
6)
Berikan reinforcement positif atas hasil
yang dicapai anak
7)
Dorong anak melakukan perawatan
sendiriManajemen perilaku anak yang sulit
8)
Dorong anak melakukan sosialisasi dengan
kelompok
9)
Ciptakan lingkungan yang aman
6.
Pendidikan
pada orang tua
1)
Perkembangan anak untuk tiap tahap usia
2)
Dukung keterlibatan orang tua dalam perawatan anak
3)
Bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak
yang sulit
4)
Informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok
7.
Hasil yang diharapkan
1)
Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya
2)
Keluarga dan anak mampu menggunakan koping terhadap
tantangan karena adanya ketidakmampuan
3) Keluarga mampu
mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas