LANDASAN TEORI
ASUHAN KEPERAWATAN
SCHIZOPRENIA KATATONIK
Pengertian
Schizoprenia adalah suau
bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta
disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kamauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi;
asoisasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi, afek dan emosi perilaku
bizar.
Skizoprenia merupakan
bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana namun faktor penyebabnya belum
dapat diidentifikasi secara jelas. Kraepelin menyebut gangguan ini sebagai
demensia precox.
Jenis
Schizoprenia simplex :
dengan gejala utama kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan
Schizoprenia hebefrenik,
gejala utama gangguan proses fikir gangguan kemauan dan depersonalisasi. Banyak
terdapat waham dan halusinasi
Schizoprenia katatonik,
dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun gaduh gelisah
katatonik.
Schizoprenia paranoid,
degnan gejala utama kecurigaan yang ekstrim diserttai waham kejar atau
kebesaran
episoda schizoprenia akut
(lir schizoprenia), adalah kondisi akut mendadak yang disertai dengan perubahan
kesadaran, kesadaran mungkin berkabut.
Schizoprenia psiko-afektif,
yaitu adanya gejala utama skizoprenia yang menonjol dengan disertai gejala
depresi atau mania
Schizoprenia residual
adalah schizoprenia dengnan gejala-gejala primernya dan muncul setelah beberapa
kali serangan schizoprenia
Etiologi
1. Keturunan
2. Endokrin
3. Metabolisme
4. SSP
5. Teori
adolf meyer
6. Teori
sigmund freud
Gejala
(menurut Bleuler)
I.
Gejala Primer
1. Gangguan
proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yna gpaling menonjol adalah
gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
2. Gangguan
afek emosi
-
Terjadi kedangkalan afek-emosi
-
Paramimi dan paratimi (incongruity of affect
/ inadekuat)
-
Emosi dan afek serta ekspresinya tidak
mempunyai satu kesatuan
-
Emosi berlebihan
-
Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan
emosi yang baik
3. Gangguan
kemauan
-
Terjadi kelemahan kemauan
-
Perilaku Negativisme atas permintaan
-
Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya
dipengaruhi oleh orang lain
4. Gejala
Psikomotor
-
Stupor atau hiperkinesia, logorea dan
neologisme
-
Stereotipi
-
Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam
waktu yang lama
-
Echolalia dan Echopraxia
5. Autisme
II. Gejala
Sekunder
1. Waham
2. Halusinasi
Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko
tinggi terhadap kekerasan : diarahkan pada diri sendiri atau orang lain
Tujuan
: Klien tidak membahayakan dirinya maupun orang lain
Intervensi
|
Rasional
|
Pertahankan
lingkungan dalam tingkat stimulus yang rendah
Obseervasi
secara ketat perilaku klien
Singkirkan
semua benda berbahaya
Salurkan
perilaku merusak pada kegiatan fisik
Lakukan
fiksasi bila diperlukan
Berikan
obat tranquilizer
|
Kecemasan
meningkata dalam lingkungan penuh stimulus
Mewmastikan
klien dalam keadaan aman
Dalam
keadaan gelisah, bingung dapat menggunakan benda tajam untuk melukai
Menghilangvkan
ketegangan yang terpendam
Keamanan
klien merupakan prioritas perawatan
Menurunkan
kecemasan/ketegangan
|
2.
Koping
individu tak efektif
Tujuan
: Klien tidak menggunakan lebih banyak ketrampilan penggunaan koping adaptif
Intervensi
|
Rasional
|
Usahakan
petugas kesehatan tetap
Hindari
kontak fisik
Hindari
tertawa, berbisik didekat pasien
Jujur dan
selalu menepati janji
Periksa
mulut klien setelah minum obat
Jangan
berikan kegiatan kompetitif
Motifasi
untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya
Sikap
asertif
|
Menigkatkan
hubungan saling percaya
Mungkin
dianggap bentuk penganiayaan fisik
Mengurangi
rasa curiga
Meningkatkan
hubungan saling percaya
Klien sering
manipulatif dalam minum obat
Merupakan
ancaman pada pasien curiga
Mengnungkapkan
perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak mengancam mungkin akan
menolong pasien untuk sampai pada keadaan tertentu dimana pasien mencurahkan
perasaan setelah sekian lama terpendam
Pasien
curiga tidak memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan sikap yang
bersahabat atau ceria sekali
|
3.
Perubahan
persepsi –sensori
Tujuan
: Klien tidak menggunakan lebih banyak ketrampilan penggunaan koping adaptif
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi
tanda halusinasi
Hindari
menyentuh pasien secara tiba-tiba, yakinkan bahwa ia aman disentuh
Sikap
menerima dan mendorong pasien menceritakan halusinasi
Jangan
mendukung halusinasi
Alihkan
perhatian pasien dari halusinasi
|
Intervensi
awal untuk mencegah respon agresif yang diperntahkan halusinasi
Pasien dapat
mengartikan sentuhan sebagai ancaman
Mencegah
kemungkinan cidera pasien atau orang lain karena ada perintah adari
halusinasi
Perawat
harus jujur pada pasien pada pasien sehingga pasien menyadari suara itu tidak
ada
Keterlibatan
pasien dalam kegiatan interpersonal; akan menolong klien kembali dalam
realitas
|
4.
Perubahan
proses fikir
Tujuan
: Klien menyatakan berkurangnya pikiran-pikiran waham
Intervensi
|
Rasional
|
Tunjukkan
sikap menerima keyakinan pasien tanpa
sikap mendukung
Tidak
membantah/menyangkal keyakinan pasien
Bantu pasien
untuk menghubungkan keyakinan yang salah dengan peningkatan kecemasan
Fokus dan
kuatkan realitas
Bantu dan
dukung pasiend alam mengungkapkan secara verbal perasaan ansietas, takut, tak
aman
|
Penting
untuk dikomunikasikan pada pasien bahwa perawat tidak menerima delusi sebagai
realita
Membantah
pasien tidak menimbulkan manfaat, dapat merusak hubungan
Jika pasien
dapat belajar menghentikan kecemasan, pikiran waham mungkin dapat dicegah
Mengurangi
pikiran-pikiran waham
Ungkapan
secara f\verbal dalam lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien
untuk mengungkapkan perasaan yang mungkin terpendam
|